Ads 468x60px

Jumat, Februari 20, 2009

HUTAN KOTA

Dalam suatu kota modern berwawasan lingkungan hutan kota merupakan elemen penting. Bentuknya sebagai bagian dari ruang terbuka (open spaces) memberikan kontribusi yang tak ternilai bagi kehidupan penduduk yang mendiami suatu kota. Fungsi lingkungannya pun memberikan nilai yang besar, dari indikator dan penyeimbang suhu kota, tempat berkembangbiaknya plasma nutfah, habitat bagi beragam spesies hingga fungsi estetika dalam mempercantik arsitektur kota. Hutan kota yang dibangun dengan baik dapat pula menjadi tempat interaksi para penduduk kota sehingga menghasilkan kota yang lebih manusiawi.
Sayangnya dalam perkembangan kota-kota di Indonesia, peran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan bentuk hutan kota ini masih menjadi sesuatu yang sangat sukar untuk diwujudkan. Tarik ulur kepentingan dengan nafsu kaum kapitalis menyebabkan kota lebih mirip ‘hutan beton’ ketimbang hutan kota. Di negara kita tercinta ini ada semacam program yang tiap tahun dijalankan pemerintah pusat untuk mendorong tiap pemerintah kota/daerah menciptakan suasana kota yang lebih berwawasan lingkungan, nama program yang sudah kerap didengar masyarakat tersebut adalah penghargaan adipura. Hanya saja program ini terkesan kuat diperuntukkan untuk kota yang ‘bersih’ sedangkan untuk kota yang berhasil mewujudkan ‘kota dalam taman’ belum mendapatkan kategori penghargaan secara layak.
Kebanyakan masyarakat awam menganggap hutan kota hanya berupa taman kota saja, padahal hutan kota memiliki banyak variasi bentuk. Salah satu konsep utama yang sangat aplikatif untuk diterapkan pada kota-kota di Indonesia adalah ‘konsep konektor’ ruang terbuka. Apa maksudnya, maksudnya adalah bahwa tiap bentuk hutan kota yang terdapat di suatu kota harus diupayakan agar terhubung satu sama lain, misalnya antara satu taman kota dan taman kota yang lainnya dihubungkan dengan bentuk hutan kota menjalur (RTH pinggir jalan). Jika disepanjang pinggir jalan yang menghubungkan taman-taman/hutan-hutan kota yang ada dibangun ruang terbuka hijau niscaya akan tercipta kesan kuat kota yang lebih hijau. Penduduk kota mana yang tidak senang jika dapat berjalan dari suatu hutan/taman kota yang satu ke lainya hanya dengan berjalan kaki, jogging atau bersepeda melalui jalur hijau yang menghubungkan keduanya. Selain itu bagi para pejalan kaki dan pengguna angkutan massal seperti bis, menunggu kedatangan bis sambil berteduh di bawah rindangnya pohon yang berada di sepanjang pinggir jalan akan sangat menentramkan karena panas akumulatif yang dihasilkan kota terasa berkurang.
Bagi siapapun, dimanapun, kapanpun dan pada tingkatan apapun di masyarakat hendaknya mempunyai kesadaran bahwa menciptakan suatu kota yang ‘hijau’ bukanlah suatu pemikiran yang utopis, hal itu dapat dimulai kapan saja ketika kita mau.

0 komentar:

Posting Komentar